Selasa, 02 November 2010

Ratusan mahasiswa Padati skretariat Pengurus besar HMI

Jakarta-ratusan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi pemuda HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI), sore tadi 02/11 bersama Rombongan tiba di pelabuhan tanjung priuk jakarta utara. tujuan dari kedatangannya untuk mengikuti kegiatan kongres ke 27 yang akan diselenggarakan di depok pada tanggal 5 November 2010 nanti. ratusan mahasisa tersebut sempat mengganggu arus lalu lintas dengan sedikit ber-orasi di depan dermaga, orasi dan riak-riak itupun sempat menarik perhatian keamanan disekitar situ.tidak lama kemudian mereda setelah usai diskusi kecil yang dilakukan oleh petugas keamanan bersama perwakilan yang bertanggung jawab terhadap rombongan tersebut. akhirnya rombongan diarahkan langsung oleh petugas keamanan dengan menyediakan 6 buah bus metromini untuk ditumpangi masa ke arah tujuan Menteng jakarta pusat jln.diponegoro. sebagai tempat senteral Pengurus Besar HMI.

Senin, 01 November 2010

LELAKI TANPA NURANI
Posted 02-11-2010 12:53
Risma Budiyani


Hari itu tanggal 26 Oktober 2010. Saya memaksakan diri untuk bangun di pagi hari, setelah semalaman suntuk saya tidak benar-benar terlelap. Entah mengapa perasaan saya sedemikian resahnya. Aneh! Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang biasanya saya langsung tersungkur dan terlelap. Padahal seharusnya semalam menjadi malam terlelap saya. Setelah mengalami macet terparah di Jakarta sepanjang tahun 2010. Hujan deras sepanjang Senin menyebabkan banjir di hampir semua titik di Jakarta. Dan banjir menjadi alasan utama dari kemacetan terparah.
Saya mengabaikan alarm pertama saya tepat pukul 5.00, sambil terus berusaha memejamkan mata. Dan alarm kedua saya tepat pukul 5.30 mau..
(Read More)
Soeharto Pahlawan? (rindu masa lalu atau putus asa masa kini?)
Posted 03-11-2010 00:02
Indra Maulana
Mengkontroversikan secara berlarut-larut gelar Pahlawan bagi (alm) Soeharto memang hanya akan menjadi hal yang buang-buang waktu dan sia-sia. Pandangan ini saya pikir benar, karena dengan ukuran atau skala prioritas, masih banyak isu atau agenda bangsa yang perlu digarap lebih serius. Apalagi akhir-akhir ini, banyak sekali masalah sosial, hukum, keamanan yang seperti terbengkalai akibat totalnya negeri ini mengurusi bidang politik. Selain itu toh, meski dapat gelar pahlawan, saya yakin sejarah tetap mencatat lebih besar sisi kelam dan kediktatoran (alm) soeharto.



Namun akan sangat salah juga jika pandangan di atas dijadikan pembenar kalau tidak kita ulas sama sekali usulan itu. Memang tidak ada keuntungan secara materi bagi keluarga Soeharto ketika gelar pahlawan itu disematkan. Namun tentu akan menjadi sebuah catatan bahwa begitu mudahnya gelar pahlawan didapat. Jika benar gelar pahlawan itu disematkan ke (alm) Soeharto tentu ini menjadi semacam 'preseden'. Memang kementrian terkait punya syarat-syarat tersendiri untuk memberikan gelar itu kepada seseorang, tetapi pertanyaannya, apa yang khusus dan istimewa dari (alm) Soeharto sehingga bisa dinyatakan layak disebut pahlawan?



(PELUPA)

Banyak sekali yang menyebut bahwa seluruh pembangunan yang kita nikmati saat ini adalah hasil kerja keras beliau. Pembangunan yang kita rasakan ini adalah upaya beliau memimpin negeri selama 32 tahun. Stabilitas politik dan keamanan ada di rezim beliau.

Wow! alasan-alasan itulah yang mencengangkan saya. Bagaimana bisa kita menepiskan fakta-fakta lain di luar alasan-alasan itu? Bagaimana bisa kita melupakan fakta bahwa di balik niat membangun itu ada unsur Korupsi? Bagaimana kita bisa pura-pura tidak ingat bahwa membangun gedung ini-itu sebagai topeng untuk melakukan Nepotisme. Bagaimana kita tega melupakan fakta bahwa dalam menciptakan stabilitas keamanan itu banyak sekali pelanggaran HAM dilakukan? Lalu apa kita juga ga mau ambil pusing mengingat bahwa saat itu politik bisa adem ayem karena memang dibungkam, DPR cuma paduan suara, partai cuma pengekor dan dikucilkan, dan pastinya tidak ada ruang dimana..
Paradoks Konsep Pembangunan
Sabtu, 30 Oktober 2010 11:15 WIB

Apa arti koordinasi dalam pembangunan? Koordinasi pembangunan selalu berada dalam konteks tarik-menarik berbagai hal. Ia akan berhadapan dengan politik, dengan korupsi, dengan kekuatan ekonomi bayangan dan ketidak-kompetenan birokrasi. Karena itu koordinasi pembangunan bukan persoalan manajemen seperti ilmu manajemen konvensional yang memperhitungkan input-output, efisiensi, dan efektifitas.

Koordinasi dalam konteks negara seperti Indonesia harus berupa instrumen yang tidak hanya ditopang oleh dukungan politik, namun juga membangun elemen untuk mencapai tujuan “penguatan” seperti membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat dan menahan lawan politik dan “tikus” sistem. Jika ingin lebih canggih, maka instrumen ini juga harus memperkuat mitra dalam hal pemerintah agar dapat bergerak mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan. Sebagai contoh, pemerintah mempunyai kebijakan penguatan masyarakat sipil melalui fasilitasi dan promosi legimasi.

Pemerintahan kedua Presiden SBY memperlihatkan keinginan untuk meningkatkan kontrol atas kerja para menteri sebagai pembantunya. Tanda paling penting dari hal ini adalah didirikannya Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di bawah pimpinan Kuntoro Mangkusubroto yang dikenal memiliki kapasitas tinggi dalam pengelolaan program. Para menteri juga harus mengikuti program yang dibuat oleh unit kerja presiden ini, atas nama Presiden, untuk jangka waktu tertentu, misalnya seratus hari dan setahun.

Di manakah gambaran dari program-program dalam koordinasi tadi? Gambaran pertama adalah bahwa rumusan program tampak matang di beberapa kementerian dan sangat lemah di kementerian lain. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) adalah contoh yang memiliki program yang baik dilihat dari nilai strategisnya. Misalnya, program pelayanan satu atap di Kementerian Dalam Negeri bernilai membangun kepercayaan masyarakat, memperbaiki persepsi investor, selain menjadikan reformasi birokrasi sebagai sesuatu yang terfokus pada bidang tertentu. Program ini erat dengan program yang ada di Kementerian PAN.

Program pembatalan perda bermasalah mempunyai nilai membersihkan kekeruhan di tata kelola daerah dan mendisplinkan birokrat serta politisi DPRD. Program Kementerian PAN fokus pada rancangan peraturan dalam yang memperbaiki tata kelola birokrasi dan pejabat tinggi negara. Contoh dari program yang tampak tidak matang adalah Kementerian Daerah Tertinggal dan Kementerian Kelautan yang tampak segemental dan tidak jelas nilai strategisnya.

Meskipun terdapat perbedaan dalam kematangan, rancangan program dapat mengenali ada perbedaan kesiapan di tiap kementerian yang harus disesuaikan programnya. Ada kementerian yang masih berantakan pengelolaannya, sehingga fokusnya adalah membuat semacam SOP (standard, operation, procedure) dan rancangan-rancangan kerja. Jika kita dapat mencermati memang di banyak kementerian apa yang diklaim sebagai inisatif anti-korupsi, sesungguhnya baru membuat SOP yang lebih baik. Namun, bagi kementerian lain yang dianggap siap, program yang dibebankan bersifat strategis.

Pembuatan program akan membantu para menteri dalam menjalankan tugasnya. Namun demikian, seharusnya nilainya terletak pada koordinasi politik, dan bukan pada nilai teknokratisnya. Menteri dengan berbagai latar belakang politik ini akan lebih fokus sebagai pembantu presiden daripada ke partai pendukungnya. Selain itu program adalah pernyataan politik dari Presiden pada rakyat maupun pada lawan politiknya. Dari aspek teknokratis, menteri yang dipilih seharusnya lebih tahu dari UKP4 tentang apa yang harus dilakukan kementeriannya dari satu hingga lima tahun ke depan. Kenyataannya tidak demikian.

Beberapa program dalam sejumlah kementerian sangat tergantung pada kapasitas menterinya. Misalnya, program perbaikan sistem pendidikan, pengembangan industri kecil, dan pembangunan daerah tertinggal masih harus diinterpretasikan. Misalnya, sistem pendidikan Indonesia tanpa orientasi yang jelas tentang mulai gambaran tentang kompetensi macam apa yang harus dimiliki anak Indonesia. Contoh lain, industri kecil adalah realitas dominan dari perekonomian Indonesia. Artinya, dibutuhkan visi tentang industri mana yang mau dikembangkan dan bagaimana mengkaitkannya dengan industri besar. Atau, bahwa penduduk daerah tertinggal, misalnya di Papua, bukan hanya tentang meningkatkan pendidikan menurut standar nasional, melainkan juga untuk tujuan penguatan sosial ekonomi setempat. Artinya, kontekstualisasi program dan juga penguatan kementerian itu sendiri untuk menjalankan program dengan pendekatan baru.

Indikasi kecenderungan untuk koordinasi yang lain adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program ini menyedot sekitar 0,7 persen dari APBN. Skema PNPM terlihat detail dalam pengorganisasian program. Namun, skema PNPM bisa terjatuh pada perangkap teknokrasi yang dibuatnya sendiri. Tantangan yang dihadapi, yang juga dapat menjadi cerminan pemerintahan SBY, disebabkan karena asumsinya sendiri tentang rakyat, tentang birokrasi, dan tentang pembangunan.
Program ini merupakan kelanjutan Program Pembangunan Kecamatan. Hasil studi tahun 2008 menunjukkan bahwa dampak ekonomi ada namun kecil pada golongan miskin. Pada golongan yang sedikit lebih baik, program ini hampir tidak berdampak ekonomi. Artinya, dampak sebatas kucuran bantuan, bukan pada kekuatan konsep pemberdayaan. Asumsi yang riskan lainnya adalah tentang birokrasi pemerintah daerah. Para fasilitator akan dipilih oleh lembaga ini. Kompetensi fasilitator sangat penting dalam keberhasilan program, sedangkan birokrasi tidak punya kompetensi dalam merekrut orang. Pembangunan sendiri yang berdimensi penguatan rakyat juga bukan sepenuhnya “terserah rakyat” dan pemerintah lepas tangan. PNPM seharusnya terkait dengan skema lebih besar tentang pembangunan daerah.

Pemerintahan SBY periode kedua dengan demikian memberikan gambaran paradoks. Di satu sisi tampak terjadi pencanggihan konsep. Di sisi lain, penopang organisasi dan realitas sosialnya tidak diperhatikan. Pemerintahannya dipenuhi oleh organisasi-organisasi simbolik yang kosong dalam fungsi. Tidak heran terjadi kegilaan pararel dalam banalisme argumen para politisi di DPR.

Meuthia Ganie-Rochman
Sosiolog dan Dosen FISIP Universitas Indonesia
Dikutip dari www.metrotvnews.com

SADURAN METRO HARI INI

Freddy Numberi Rombak Eselon I Kemenhub
Umum / Senin, 1 November 2010 15:59 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Perhubungan Freddy Numberi merombak eselon I jajaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ia mengangkat Iskandar Abubakar sebagai Inspektur Jenderal Kemenhub melalui Keputusan Presiden Nomor 161/2010.

Pada acara pelantikan tersebut di Jakarta, Senin (1/11), Freddy juga mengangkat R. Bobby Mamahit yang sebelumnya Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut, sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan.

Selain itu, Freddy juga mengangkat Dedy Darmawan yang sebelumnya Kapala Badan Pengembangan Sumber daya Manusia Kementerian Perhubungan menjadi staf ahli Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Kemitraan Perhubungan.

Sementara itu, pejabat Inspektur Jenderal sebelumnya Zoelkarnain Oeyoeb segera memasuki masa pensiun. Sedangkan Iskandar sebelumnya menjabat Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Kemitraan Perhubungan.

Menteri Perhubungan Freddy Numberi dalam sambutan pelantikan itu menegaskan, penggantian dan promosi pejabat adalah hal biasa. "Kesinambungan harus dijaga sebagai bentuk kaderisasi pejabat eselon satu di lingkungan perhubungan," katanya.

Khusus kepada Iskandar Abubakar, Freddy berharap, pejabat yang bersangkutan berharap menyesuaikan diri dengan paradigma baru yang berkembang.(MI/BEY)
Dikutip dari www.metrotvnews.com
ada tanggapan? silahkan isi komentar anda pada kolom koment di bawah ini!